PW AMAN KALTIM

Berdaulat Secara Politik, Mandiri Secara Ekonomi, Bermartabat Secara Budaya

Komunitas Adat

FGD Mendorong Perceptan Pengakuan Masyarakat Adat di Kaltim

Perda Masyarakat Adat di Kaltim Harusnya Langsung Menetapkan Masyarakat Adat

FGD Mendorong Perceptan Pengakuan Masyarakat Adat di Kaltim

Kaltim.aman.or.id Diskusi untuk mendorong percepatan pengakuan masyarakat adat di kaltim berlangsung di Cafe Rosty, Samarinda (23/07/2018). Diskusi sendiri dihadiri oleh lembaga – lembaga yang banyak bekerja dalam merumuskan peraturan tentang masyarat adat di Kaltim seperti Prakarsa Borneo, Fakultas Hukum Unmul, Fisip Unmul dan LP2M Unmul.

Dasar diskusi sendiri hadir dari keperihatinan atas sulitnya implementasi dalam menuangkan pengakuan masyarakat adat menjadi peraturan daerah kabupaten masih terkendala, diakibatkan kurangnya pemahaman mengenai komunitas adat di Kaltim dalam membuat peraturan daerah kabupaten. sehingga tujuan perda menetapkan dan mengakui langsung komuitas adat di tiap daerah belum tercapai melainkan melalui jalan yang bedrliku.

Kebanyakan Perda dan Raperda yang ada masih mengcopy paste secara utuh permendagri 52 tidak menetapkan secara rinci dan detail kebutuhan masyarakat adat di daerah kabupaten setempat, akibat dari perda seperti ini dikhaweatirkan tidak efektif mendorong hak masyarakat adat.

Dalam diskusi Radius, AMAN Kaltim Mengatakan “Dalam menetapkan masyarakat adat harusnya tidak perlu bertele – tele. kalau semua syarat untuk penetapan masyarakat adat seperti kewilayahan yang memastikan sebuah komunitas adat memang berada disitu secara turun temurun ditambah lagi kesejarahan, harusnya penetapan bisa langsung diajukan. karena penetapan masyarakat adat ini merupakan langkah awl menuju ke proses selanjutnya seperti pengajuan hutan adat.” Kata Radius.

Perda adat di Kaltim seharusnya memang mengarah ke penetapan komunitas adat, langsung menyebutkan komunitas yang akan ditetapkan. langakah – langkah terkait tata cara sudah ada di Permendagri 52. Membuat perda yang mencopy permendagri 52 malah memperlambat langkah pengakuan masyarakat adat.

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *