PW AMAN KALTIM

Berdaulat Secara Politik, Mandiri Secara Ekonomi, Bermartabat Secara Budaya

Komunitas Adat

LEGENDA GERHANA MATAHARI DAN BULAN DAYAK WEHEA

Hedoq Masyarakat Adat Dayak Wehea

Masyarkat Adat Dayak Wehea di Kampung Nehas Liah Bing, Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kaltim memiliki cerita rakyat yang diceritakan dari generasi ke generasi mengenai awal mula terjadinya Gerhana Matahari dan Bulan .

Dahulu Matahari dan Bulan merupakan pasangan yang berwujud manusia dengan nama Dea Pey yang merupakan sosok seorang laki – laki dan Bulan seorang perempuan dengan nama Welueng Long.

Menurut cerita, Matahari dan Bulan tinggal di Bumi dan memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil.

Hingga pada musim tanam padi tiba, Matahari dan Bulan mulai membersihkan lahan yang akan digunakan untuk menanam padi, mulai dari menebang pohon hingga membakar.

Ketika mulai menanam padi, Matahari berkata pada Bulan “Bulan, aku akan panggil teman – teman saya untuk membantu kita menanam padi besok dan malam ini saya cari ikan untuk kita besok. Jadi kamu tetap di rumah bersama anak kita.” Kata Matahari kepada Bulan.

Maka tinggalah Bulan bersama putrinya sementara Matahari pergi mencari ikan dan memanggil teman – temanya. Menurut cerita teman – teman matahari merupakan para Emta atau Nabi dalam kepercayaan Dayak Wehea.

Pagi – pagi Matahari mendatangani mendatangi teman – temanya dangan maksud mengajak mereka untuk membantunya menanam padi di ladang miliknya. Dari hasil pembicaraan Matahari bersama teman – temannya, mereka bersedia membantu Matahari untuk menanam padi di ladang.

Teman – teman Matahari sendiri bukan sembarang manusia. mereka adalah ahli spiritual yang dalam istilah Dayak Wehea dikenal dengan sebutan Emta.

Setelah bertemu dengan teman – temanya Matahari kembali melanjutkan perjalanan untuk pergi memancing ikan di sungai sebagai konsumsi mereka bersama besok ketika menanam padi.

Ketika memancing, Matahari mendapatkan hanya satu ekor ikan gabus yang cukup besar dan dirasa sukup untuk memenuhi bekal makan bersama besok. Maka Matahari segera pulang ke pondok dengan membawa ikan gabus tersebut.

Ikan Gabus yang didapat ini lantas diletakan diatas kayu di samping pondok mereka.

Keesokan paginya, Matahari memberi tahu istrinya “Bulan, ini sayur untuk kita makan siang nanti.” Kata Matahari.

“Akan ada orang – orang akan membantu kita siang ini.” Tambah Matahari.

Bulanpun mengiakan ucapan dari Matahari. pada saat yang sama Mataharipun memberi tahu bulan agar tidak perlu datang ke ladang, cukup di pondok saja dan memasak untuk mereka.

Tidak lama setelah berbincang antara Matahari dan Bulan, rombongan Para Emta datang untuk membantu Matahari menanam padi dan merekapun langsung berangkat bersama ke ladang yang dimulai membersihakan hingga langsung menanam benih padi.

Menjelang siang, Bulan berencana memasak untuk makan siang Matahari dan Para Emta.

Setelah selesai memasak nasi, Berencana untuk memsak lauk  akan tetapi bingung dengan lauk yang harus dimasak. Kemudian dari kejauhan bertanya kepada suaminya “Dea..!!! Apa yang menjadi Lauk dan Sayur kita siang ini.” Kata Bulan.

“Oohhh iya itu ada ikan diatas kayu samping pondok yang aku dapat tadi malam. Itulah yang akan menjadi lauk kita. Jadi tolong kamu potong untuk sayur dan lauk kita hari ini.” Kata Matahari.

Setelah mendengar balasan dari suami, Bulan justru terdiam. Didalam pendengaran Bulan, suaminya berkata  “Tolong potong anak kita untuk sayur”.

Setelah beberapa menit berfikir, maka Bulan kembali memanggil suaminya. “Dea…!!! Apa yang menjadi sayur kita hari ini untuk makan siang? ini kita tidak punya sayur!” Panggil Bulan.

Dengan mulai kesal Matahari membalas panggilan Bulan “aduhhh!!! Saya sudah bilang ikan yang saya dapat tadi malam ada saya letakan diatas kayu di samping pondok kita, jadi itu kamu ambil dan kamu potong untuk sayur kita siang ini” Balas Matahari.

Bulanpun mengiakan teriakan dari Matahari tadi. Akan tetapi Bulan masih kebingungan karena di dalam pendengaranya Matahari masih mengucapkan kata – kata yang sama yaitu “Potong anak kita untuk sayur dan lauk nanti”.

Bulanpun lama terdiam, tanpa terasa kalaupun kian mendekati waktu makan siang akan tetapi makanan belum siap. Maka untuk ketiga kalinya Bulan memanggil suaminya “Waduh! tidak ada sayur ini. apa yang akan kita bikin sayur, saya sudah bingung mencari sayur untuk kita makan siang ini, waktu juga sudah menjelang tengah hari.”

Matahari merespon teriakan Bulan dengan nada yang lebih keras “Aku sudah bilang tadi!!! Untuk berapa kali lagi aku bilang sama kamu. kami sudah capek dan semua orang sudah mulai lapar.” Teriak Matahari geram. “Coba kamu potong ikan diatas kayu yang ada di samping pondok itu. Cari apa lagi kamu, kan ikan itu sudah cukup besar.” Tambah Matahari geram.

Bulan kembali mengartikan kata – kata Matahari bahwa “Anak kita itu sudah cukup , coba kamu potong anak kita itu untuk makan siang kita hari ini jadi kamu cari apa lagi.” Didalam pendengaran Bulan.

Setelah mendengarkan teriakan dari Matahari dan telah memastikan untuk ketiga kalinya maka Bulan bergegas menghampiri anaknya yang berada di didalam ayunan dan kemudian menyembelihnya. Tulangnya kemudian dikumpulkan dan diletakan di pinggir dapur.

Tepat setelah tengah hari setelah daging yang menjadi lauk dan sayur itu matang, rombongan yang berkerja di ladang datang datang ke pondok untuk makan siang. Nasi dan beserta daging siap dihidangkan, akan tetapi karen pondok itu terlalu kecil maka mereka makan bergantian sehingga ada sebagian ada yang diluar pondok sambil menunggu giliran.

Matahari makan yang makan lebih dulu kemudian menghampiri istrinya dan bertanya “Apa yang kamu jadikan sayur untuk lauk ini, enak sekali. Saya juga menemukan daging, dari mana kamu mendapatkan daging ini.” Tanya Matahari.

“Loh…kamu juga yang menyuruh saya memasak daging hari ini.” Jawab Bulan.

Kebingungan muncul di benak Matahari. “Saya sama sekali tidak pernah menyuruh kamu masak daging! Saya menyuruh kamu masak ikan yang saya letakkan pada kayu disamping pondok. “Tegas Matahari.

Ditengah kebingunganya, Matahari merasa heran seakan dia kehilangan anak perempuanya, lantas dia kembali bertanya kepada bulan “Dimana anak kita.” Tanya Matahari.

Tak ingin dipersalahkan hingga bulanpun menjawab “Bukankah kamu yang berkali – kali bilang potong anak kita untuk dimasak menjadi lauk. Kalau kamu memang ingin melihat. Itu ada tulang sisa dari tubuh anak kita dipinggir dapur.” Tegas Bulan.

Alangkah terkejutnya matahari mendengar jawaban bulan. Dengan perasaan campur aduk, Matahari lantas bergegas kepinggir dapur guna memastikan perkataan bulan.

Alangkah terkejutnya Matahari ketika melihat sisa tulang dan kepala anak mereka yang memang ada di pinggir dapur.

Matahari kemudian kembali ke Bulan “Mengapa kamu tega potong anak kita.” Kata Matahari kesal.

Bulanpun tidak tinggal diam dan membalas “Bukankah kamu yang suruh. Saya sudah tanya ke kamu, apa yang akan kita buat untuk lauk dan sayur hari ini dan kamu berkali – kali bilang untuk potong anak kita, itu sudah cukup untuk makan hari ini.”Tambah . Hingga adu mulutpun kembali berlanjut.

Pertengkaran Matahari dan Bulan didengan oleh para Emta, baik yang sedang makan atau yang masih menunggu giliran.

Para Emta yang sudah makan berkata” Jadi yang kami makan ini adalah daging anak kalian?” Dengan nada kaget.

Kemudian Para Emta yang masih makan diatas podok berlarian melompat keluar dari pondok, begitu juga Emta yang ada dibawah pondok ikut berlarian setelah tahu bahwa makanan yang akan mereka makan adalah daging anak Matahari dan Bulan.

Para Emta yang telah terlanjur memakan daging anak dari Matahari dan Bulan ini kelak menjadi Emta jahat yang bisa makan sembarang termasuk daging manusia dan juga penyebar ilmu hitam seperti santet. dan Para Emta yang berada diabawah pondok yang tidak ikut makan dagaing ini tetap menjadi Emta yang baik.

Matahari yang terlanjur murka kepada Bulan mengambil panci lalu menumpahkan semua sayur yang masih panah ke wajah Bulan. Sayur berisi daging yang masih panas langsung mengenai tubuh Bulan sehingga kulitnya langsung melepuh hingga mengelupas.

Dalam keadaan dipenuhi dengan emosi matahari keluar dari pondok dan langsung terbang naik ke langit meninggalkan Bulan yang meringis menahan sakit setelah ditumpahi sayur panas.

Sebelum berangkat naik ke langit Matahari berkata “Memang kamu istriku dan aku tidak bisa lagi mencari istri selain kamu dan kamupun tidak bisa mencari suami selain aku. Kita bisa berkumpul lagi, tapi ada waktunya. jadi kita tidak bisa berkumpul setiap saat. Jikalau kamu bisa mengejar aku suatu hari nanti  makan kita akan bisa berkumpul lagi, saat kita sudah sama – sama rindu . Tapi kita akan terpisah lagi kemudian.” Kata Matahari sambil terbang keangkasa meninggalkan Bulan.

Bulan tidak banyak menjawab perkataan Matahari, hanya kata iya yang bisa dia ucapkan sembari menahan perih luka bakar yang dialami.

Sepeninggal Matahari, Bulan berusaha membersihkan luka yang dia alami, Hari demi hari luka Bulan kian membaik. Akan tetapi ada bagian luka di belakang tubuh bulan yang tidak terjangkau, disitulah masih terasa sakit, mulai membusuk dan berulat.

Dari kejauhan, seekor burung perungguk mendengar suara tangisan. Suara itu ternyata berasal dari isak tangis Bulan.

Burung Perungguk berkata “Mengapa kamu menangis wahai Bulan.”

“Aku ditinggal oleh suamiku.” Jawab Bulan seraya menceritakan kejadian perih yang dialami.

Setelah bercerita, Bulanpun meminta kepada Burung Perungguk “Ada sisa luka yang berulat dibelakangku ini. Bisakah kamu bantu aku untuk membersihkannya, Luka ini terasa sakit sekali.” Kata Bulan.

“Bisa bisa bisa” Jawab Perungguk. Dengan semangat Perunggukpun mulai membersihkan serta mencungkil ulat yang bersarang di punggung bulan

Selanjutnya Perungguk rutin datang ke pondok Bulan untuk mengobati luka Bulan hingga akhirnya tidur disana dan tidak mau pulang lagi sehingga seolah – oleh sudah siap menikahi Bulan.

Bulan pernah berkata kepada Perungguk “Wahai Perungguk, aku bukanlah hak kamu. Aku sudah ditakdirkan bersama Matahari, tidak ada yang bisa bersamaku selain Matahari. Karena hanya kami berdua di dunia ini yang bisa terlepas dari hidup yang hanya sekali. Tidak ada di dunia ini yang bisa hidup berkali – kali kecuali kami.” Kata Bulan.

“Kami mati hari ini, besok kami akan hidup lagi. Maka kamilah yang harus bersuami istri, tidak ada satupun yang bisa seperti kami.” Tambah Bulan menjelaskan.

“Karena jikalau ada kemungkinan aku terima kamu, lemungkinan kamu akan sakit hati. Setelah aku tua dan mati maka aku akan lahir serta kembali muda. Sedangkan yang lain akan mati seperti tanaman singkong yang tidak akan hidup lagi.”

Dengan nada memaksa Perungguk menjawab “Aku tidak peduli, aku akan tetap sayang dan akan menjagamu.”

Dengan pura – pura Bulan berkata “Ya aku terima.”

Bulan sendiri sebenarnya hanya merasa kasihan melihat ketulusan hati si Perungguk.

Perungguk sangat rajin membersihkan luka Bulan, hari demi hari hingga berganti bulan dan tahun sehingga luka di punggung Bulan benar – benar bersih dan sembuh. Bulanpun memiliki rencana untuk meninggalkan Si Perungguk. Maka Bulan mulai mengumpulkan peralatan berhias yang dia miliki dan dia juga benar – benar merasa sehat.

Ada sepotong bambu yang biasa digunakan Bulan untuk mencari kutu. Alat pencari kutu ini kemudian dia simpan seakan – akan hilang. Kemudian Bulan meminta Si Perungguk mencari bambu tersebut.

Bulan lalu berkata kepada Si Perungguk “Wahai Perungguk, bisakah kamu carikan alat pencari kutuku yang terjatuh dibawah pondok.”

“Mana.” Jawab Perungguk seraya turun keluar menuju kolong pondok.

Sementara Si Perungguk berada dibawah pondok, Bulan bergegas menyimpan semua peralatan yang perlu untuk dibawa pergi.

“Aku tidak menemukan alat pencari kutu dari bambu yang kamu maksud Bulan, aku tidak melihat dibawah sini.” Kata Perungguk

“Kamu harus cari sampai dapat bambu itu dan jangan kembali keatas sini jika kamu sayang sama aku.” Jawab Bulan.

Si Perunggukpun terus mencari sesuai perintah Bulan walaupun tidak juga menemukan alat yang dimaksud Bulan. Sementara itu Bulan bergegas keluar pondok dan langsung menghambur beras sebagai syarat untuk bisa naik keangkasa.

Setelah Bulan naik, Si Perungguk kembali berkata kepada Bulan “Aku tidak menemukan alat pencari kutumu itu.”

Berkali – kali Si Perungguk bertanya kepada Bulan Tapi bulan tidak menjawab sama sekali karena sudah semakin tinggi naik keangkasa.

Si Perungguk sendiri merasa heran dan segera bergegas keluar dari kolong pondok sambil menoleh keatas. Maka terkejutlah Si Perungguk melihat Bulan sudah jauh naik keangkasa.

Dengan hati kesal dan kecewa Si Perungguk Berkata “Aduh Bulan! Sampai hati kamu, ternyata ada rencana kamu untuk menipu aku. Ternyata kamu memang ingin meninggalkan aku, pantas saja kamu beralasan seperti ini.”

Tidak tinggal diam, Si Perungguk kemudian berusaha mengejar sambil memanggil nama Bulan.

Dari ketinggian angkasa Bulan kembali berkata “Perungguk, ini memang sudah sumpahku. Apa yang kulakukan padamu hanya sekedar meminta bantuan untuk mengobati luka di badanku. untuk hidup berkumpul bersamamu aku tidak bisa.” Kata Bulan.

Bulanpun kian tinggi naik ke langit, tapi si Perunggu tidak putus asa dengan terus mengejar Bulan hingga akhirnya mencapai batas kemampuannya untuk terbang. Maka turunlah Si Perungguk.

Ketika Bulan Bersinar, Perunggukpun selalu memandang keatas sambil menangis memandangi bulan yang terang.

Maka singkat cerita, apabila Bulan ingin berkumpul bersama Matahari maka akan terjadi gerhana matahari, begitu juga sebaliknya.

Garis – garis yang tampak pada bulan ketika sedang bersinar merupakan sisa luka akibat disiram dengan sayur panas.

 

 

Oleh : Ding Lung (Masyarakat Adat Dayak Wehea, Desa Nehas Liah Bing)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *