PW AMAN KALTIM

Berdaulat Secara Politik, Mandiri Secara Ekonomi, Bermartabat Secara Budaya

Buku Nyapu Suku Balik Kecamatan Sepaku IKN

NYAPU
Bagaimana Perempuan dan Masyarakat Adat Balik Mengalami Kehilangan, Derita dan Kerusakan Berlapis Akibat Megaproyek Ibu Kota Baru Indonesia.

sampul buku NYAPU


RINGKASAN EKSEKUTIF
Dibalik berbagai proyek sumber daya air kolosal, bagian dari mega proyek pemindahan Ibu Kota Baru Indonesia yang dikemas sebagai proyek “hijau” dan “berkelanjutan” melalui pembangunan infrastruktur Bendungan Sepaku- emoi, Intake dan Proyek pengendalian banjir Sungai Sepaku, terungkap bagaimana ancaman dan daya rusak yang dialami oleh masyarakat dan perempuan adat Balik. Mereka menghadapi penjajahan dan penindasan berlapis dan menyejarah hingga menjadi korban sempurna oleh proyek yang diklaim sebagai “Legacy” Presiden Jokowi ini. Buku hasil penelitian ini memaparkan bagaimana bentang sungai yang memiliki ikatan sejarah, sosial dan ekonomi dengan komunitas dirampas, puluhan keluarga masyarakat Balik kehilangan
akses terhadap sungai, kesulitan mendapatkan air untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, air yang dulu gratis dari sungai kini harus membeli, bahkan mirisnya harus menunggu pembagian air. Keberadaan komunitas masyarakat Balik di Sepaku Lama, Maridan, Pemaluan dan Mentawir terancam tergusur, Ikatan batin dan sejarah yang sebelumnya tumbuh melalui peran mereka pada sejarah penamaan wilayah sosial dan ekologis seperti Sungai Sepaku, Semoi dan Mentoyok akan terputus bahkan relasi spiritual seperti jernang, ritual memandikan anak yang baru lahir untuk memperkenalkannya pada ‘semesta’ air terancam punah. Sejumlah situs yang memiliki nilai sejarah dan sakral bagi masyarakat suku balik. Diantaranya adalah Batu Badok, Batu Bawi dan Batu Tukar Tondoi harus “kalah” dengan operasi berbagai proyek ini, bahkan masyarakat terpaksa memindahkan sekitar 35 makam leluhur Suku Balik yang sudah ada disana sejak 200 tahun lamanya. Ruang hidup yang tergusur membuat puluhan buah lokal dan endemik di Sungai Sepaku dan
Tengin seperti Kendui, Bumbunyong atau buah Langsat Monyet, Lemposu, Tengkuni, Plaro, Watang Kuaro, Letan, hingga Putuk akan menghilang. Berbagai ikan, sumber protein yang acap ditemukan seperti Marsapi, Baung, Jelawat, Tengara, atau hasil tangkapan lain di Sungai Tengin seperti Kakap, Pari, dan Bulan-bulan juga menyusul hilang. Kedua sungai ini sejak lama menjadi jalur transportasi yang menghubungkan antar wilayah Pohon kayu Meranti dan Ulin, bahan baku utama Biduk atau perahu asli orang Balik dan Batang Tombak atau Bujoq Purun untuk aktivitas berburu (tekayo) pun makin jarang. Begitu juga
tumbuhan dan tanaman yang penting berfungsi sebagai obat-obatan seperti akar kuning, pasak bumi, bajaka, lemposu, akar aren dan ambit jalen. Pengetahuan menentukan waktu tanam melalui formasi rasi bintang, keahlian dan mantra khusus dalam berburu semua akan lenyap. Alam semesta telah melahirkan kebudayaan dan kesenian, kulit kayu langsat menjadi bahan pembuatan alat musik Gambus, tarian dan lagu tradisional
seperti Ronggeng dan lagu Rembaian Bulan, Mainang hingga Tirik terilhami bahkan menciptakan berbagai teater rakyat masa lampau seperti Memandak.
Lenyapnya hutan dan ladang bukan saja syarat penghidupan namun juga sumber dari perkakas ritual penyembuhan adat Mulung yang membutuhkan syarat Sepatung Jatus atau 100 jenis jenis kayu dan tanaman. Hilangnya identitas, pengetahuan, kekayaan alam, benda warisan, perkakas kebudayaan, milik masyarakat adat Balik adalah akibat penindasan berlapis yang direkam dalam Buku ini. Bahkan sejak era sebelumnya seperti era Kolonial, era ‘Gerombolan’, era ‘Banjir Kap’, dari orde lama, orde baru hingga era Jokowi yang mencapai puncak deritanya setelah ditetapkannya kawasan mereka sebagai Ibu Kota Baru.


Dalam Buku ini juga terungkap, kesaksian masyarakat tentang sembilan modus dalam perampasan lahan untuk proyek Intake dan bendungan mulai dari Tanda Tangan Kehadiran Jadi Tanda Tangan Persetujuan, Mematok dan mengukur lahan warga tanpa izin, Kompensasi yang Tak Sesuai, Tanam Tumbuh yang tak dihitung, Dipaksa Menerima Ganti Rugi Melalui Pembuatan Buku Rekening, Buai janji relokasi, Dihadapkan Pada Ancaman Pengadilan,
Memecah Warga Dengan Mengakali Pertemuan, hingga setelah Transaksi, Surat Tanah Asli yang tak kunjung dikembalikan. Bukan hanya Masyarakat Adat, namun juga berdampak pada masyarakat transmigran dan perantau, lahan mereka menjadi sasaran penguasaan lahan untuk berbagai proyek infrastruktur. Ingatan, pergulatan batin dan perjuangan panjang, suka dan duka mereka membangun kehidupan dari pulau Jawa lalu ke tanah Sepaku, membuka hutan dan mengolah tanah akan hilang, menjadi cerita belaka. Relasi pada sumber air dan sungai hingga pendapatan ekonomi juga akan ikut terganggu. Proyek Intake ini dibangun mengarah pada salah satu sisi sungai, sedangkan bendungan ditujukan untuk membendung seluruh sungai. Bendungan Sepaku Semoi ini sendiri bertipe urugan yang direncanakan memiliki tinggi 19 meter dari dasar sungai, volume tampungan ± 11.557.000 m3 dan memiliki luas genangan ± 220,83 hektar.


Buku ini mengungkap perluasan perusakan tidak hanya terjadi di kawasan delineasi IKN, wilayah lain ikut dikorbankan, seperti di Kalimantan Utara, terdapat 6 kampung, mulai dari Long Lejuh hingga Long Pelban di Sepanjang sungai Kayan akan digusur untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 9.000 Megawatt (MW) yang akan melistriki Ibu Kota Baru.
Begitu juga di sepanjang pesisir Sulawesi Barat dan Tengah dikeruk untuk kebutuhan batu gajah sebagai bahan material pembangunan infrastruktur IKN. Perluasan perusakan juga menggerogoti 4.162 hektar ruang hidup dan lahan warga di lima kelurahan mulai dari Gersik hingga Riko untuk Bandara Very Very Important Person (VVIP) hingga Pelabuhan demi proyek “pintu gerbang masuk” dan “penunjang” kawasan strategis nasional Ibukota baru melalui skema Bank Tanah dan dalih reforma agraria. Untuk memuluskan IKN, dalam empat tahun terakhir pengurus negara memproduksi sedikitnya 16 regulasi atau aturan untuk melegitimasinya, mulai dari PP, Perpres, Peraturan Otorita hingga Pergub dan Peraturan kepala daerah lainnya. Memberikan fasilitas pengurangan pajak, perpanjangan HGB selama dua kali 80 tahun dan HGU selama 95 tahun, pengurus negara juga memberikan ruang yang lapang bagi tenaga kerja asing. Para pengusung IKN bahkan tak segan untuk merevisi UU IKN demi memperbesar jaminan aliran finansial bagi megaproyek ini. Terungkap juga kejahatan maladministrasi, masyarakat adat kehilangan hak perdata atas tanah bahkan hak asasi-nya, akibat terhentinya pelayanan permohonan surat keterangan tanah dan pendaftaran di desa dan dampaknya juga pada penghentian urusan pertanahan oleh pemerintah. Dalam temuan juga terungkap berbagai proyek raksasa ini hanyalah ruang bagi perburuan rente, hanya upaya untuk menggelembungkan pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kegiatan transaksi dan berpotensi korup, memunculkan benturan kepentingan (conflict of interest). Ditemukan 12 proyek, sumber melimpah bagi transaksi belanja jasa dan belanja barang, bermuara pada satu proyek bendungan Sepaku Semoi saja yang keseluruhannya bernilai 879,2 miliar rupiah setara dengan 375 miliar rupiah atau nyaris tiga kali lipat anggaran beasiswa pendidikan di Kalimantan Timur tahun 2023


Buku ini membeberkan bagaimana Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga tidak transparan mengenai total tujuh dokumen mulai dari dokumen teknis pembangunan prasarana intake dan jaringan pipa transmisi Sungai Sepaku, izin penggunaan sumber daya air bendungan hingga Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) proyek. Pemerintah Indonesia beralasan jika dokumen tersebut diberikan kepada publik dapat merampas
Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), dan mengganggu persaingan usaha. Namun sebaliknya hal ini justru adalah skandal terhadap transparansi dan akuntabilitas global, menunjukkan proses ibu kota baru ini justru dimulai dengan kejahatan informasi.


Pada akhirnya buku ini berupaya menyajikan sejarah, perspektif dan memposisikan diri untuk menjadi corong suara, kesaksian dan cara pandang masyarakat dan perempuan adat Balik untuk
membela dan mempertahankan ruang hidup dan keselamatannya, dalam buku juga memuat sejumlah desakan yang harus diambil oleh berbagai pihak.

Dowload Link di bawah ini :

Klik/Copy Link:

https://kaltim.aman.or.id/wp-content/uploads/sites/9/2023/08/Buku-Nyapu-Suku-Balik-Sepaku-587.pdf