RESOLUSI MUSWIL II AMAN KALTIM

DSC_0642

 

Resolusi Muswil II AMAN Kaltim

Samarinda, 22-23 Januari 2017

Kami, Masyarakat Adat Kalimantan Timur, mendesak kepada Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se-Kalimantan Timur untuk tidak memberikan ijin pertambangan dan perkebunan kepada investor di wilayah adat dan di hutan adat. Kepada pemerintah Kabupaten/Kota se-Kalimantan Timur agar segera menetapkan Wilayah Adat dan Hutan Adat setiap komunitas masyarakat adat.

Kami menyatakan bahwa, Masyarakat Adat selama ini mampu mengelola dan menjaga sumber dayanya secara berkelanjutan secara turun temurun di bumi. Hubungan antara alam sebagai ibu bumi dan sumber kehidupan, dengan Masyarakat Adat sebagai penjaga alam demi masa depan anak cucu, merupakan suatu fakta yang tak terbantahkan dan mewarisi hak untuk menjaga keamanan, ketertiban dan keseimbangan hidup bersama, termasuk hak untuk bebas dari segala macam bentuk kekerasan dan penindasan, baik di antara sesama masyarakat adat dan antara masyarakat adat dengan alam sekitarnya maupun antara masyarakat adat dengan masyarakat lainnya, sesuai dengan sistem hukum dan dan kelembagaan adat kami masing-masing.

Dengan ini kami menyerukan :

Resolusi Musyawarah Wilayah (Muswil) II Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Timur (AMAN Kaltim) di BAPELKES Kaltim, Samarinda 22 – 23 Januari 2017

  1. Mendesak pemerintah untuk segera melaksanakan putusan 35/PUU-X/2012, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Hutan Adat adalah Hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagihutan negara
  2. Mendesak pemerintah daerah untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan rancangan perda tentang pengakuan dan perlindungan hak –hak masyarakat adat di kabupaten/kota.
  3. Mendesak pemerintah daerah untuk segera melaksanakan Permendagri 52 tahun 2014
  4. Mendesak pemerintah daerah Kabupaten/kota untuk segera melaksanakan Perda Kaltim No.1 tentang pedoman PPMHA
  5. Mendesak pemerintah daerah untuk menghentikan kriminalisasi, diskriminasi, dan intimidasi terhadap Masyarakat Adat
  6. Mendesak pemerintah daerah untuk segera meninjau ulang seluruh sertifikat dan pemberian Hak Guna Usaha yang diberikan diatas Wilayah Masyarakat Adat
  7. Mendesak pemerintah daerah untuk untuk segera meninjau ulang penetapan kawasan hutan dan perijinan kehutanan diatas wilayah masyarakat adat
  8. Mendesak perusahaan – perusahaan yang beroperasi di Wilayah Adat, baik perkebunan sawit, hutan tanaman industri maupun perusahaan tambang untuk mengembalikan hak – hak masyarakat adat
  9. Meminta PB AMAN, PW AMAN dan PD AMAN untuk melakukan pendampingan dalam pembelaan masyarakat adat
  10. Semua pihak harus menghormati dan menghargai adat istiadat setempat

Demikian seruan ini agar dilaksanakan oleh pemerintah disegala lini dan semua pihak yg berkompeten melaksanakan resolusi ini.

SEJARAH BERDIRINYA KAMPUNG LONG BAGUN ULU

dscn9164
Kampung Long Bagun Ulu dengan latar belakang Hutan Adatnya yang berada di Seberang Sungai mahakam

kaltim.aman.or.id. Kampung Long Bagun Ulu merupakan kampung yang berada di Kecamatan Long Bagun Kabupaten Mahakan Ulu (Mahulu). Komunitas Adat yang berada di wilayah Long Bagun Ulu adalah Masyarakat Adat Dayak Bahau Busang.

Berdirinya kampung Long Bagun jauh sebelum era kemerdekaan Indonesia, dimasa lalu Pemimpin Kampung Long Bagun dikenal sebutan Hipui. Para Hipui telah mengalami beberapa perpindahan sebelum mendirikan kampung dengan nama Long Bagun.

Hipui terakhir memimpin Long Bagun yang terakhir adalah Bayo Ubung, Sang Ubung, Bayo Lahai dan Ding Wan. Setelah menggatikan Hipui terdahulu, mereka memimpin warganya dari pindah dari  Kampung Mereka di Umaq Mativah yang berada di sekitar Ur Mativah untuk ke hilir Sungai Mahakam kemudian masuk ke Sungai Alan hingga mudik ke Sungai Payang. Di sekitar sekitar Sungai payang mereka mereka mendirikan Kampung (Umaq) yang dikenal dengan nama Umaq Sungai Payang.

dscn9189
Lamin Adat Long Bagun Long Bagun Ulu

Setelah puluhan tahun bermukim di Umaq Sungai Payang warga Long Bagun di masa lalu kembali berpindah dan membuat kampung di Hilir Sungai Bagun yang berada di Hulu Sungai Sangiang dengan nama Umaq Lung Bagun.

Sekian lama menetap di Umaq Lung Bagun, warga kembali pindah dan mendirikan kampung di Ujoh Siro dengan nama Umaq Ujoh Siro (Long bagun Ilir Sekarang). Selamat menetap di Ujoh Siro, keadaan perekonomian warga semakin menurun. Selain itu wabah penyakit Kolera memperparah keadaan warga yang kian sulit. Saat keadaan sulit ini Hipui dan tokoh – tokoh adat melakukan musyawarah untuk kembali pindah ke tempat baru.

Perpindahan ke tempat baru tidak terlalu jauh dari Umaq Ujoh Siro. Tempat ini sekarang menjadi  pusat Pemerintahan kampung Batoq Kelo yang berada di tengah antara Kampung Long Bagun Ulu dan Long Bagun Ilir.

dscn9451
Kantor Desa Long Bagun Ulu

Setelah pindah dari Ujoh Siro ke tempat yang baru sama sekali tidak merubah keadaan, akhirnya warga memutuskan untuk kembali pindah ke hulu di tempat yang pada waktu itu dikenal dengan nama Lirung Boq Dom dan mendirikan kampung dengan nama Umaq Long Bagun hingga sekarang.

Era Hipui berakhir saat masa kemerdekaan Indonesia, Pemimpin Kampung pun berganti dari Hipui menjadi Petinggi (Kepala Desa) dan Kepala Adat. Ayang Bayo merupakan petinggi pertama Long Bagun  dengan Kepala Adat Liah Ding.

Sebenarnya dimasa lalu hanya dikenal Kampung Dengan Nama Long Bagun sebelum terjadi pembagian wilayah dengan Long bagun Ilir pada tahun yang di huni oleh Komunitas Adat Dayak Aoheng yang berasal dari Tiong Ohang dan juga Kampung Batoq Kelo menjadikan Long Bagun Tengah sebagai pusat pemerintahan kampung terpisah dengan wilayah kampung Batoq Kelo  di Sekitar Sungai Gelong. Maka nama kampung Long Bagun berubah menjadi Long bagun Ulu.

Kampung Long Bagun Ulu telah berkembang pesat telebih setelah Berdirinya Kabupaten Mahakam Ulu dengan Ujoh Bilang yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Kutai Barat. Long Bagun Ulu yang Berdekatan dengan Ujoh Bilang membuat banyak Kantor Dinas Kabupaten juga berada di Long Bagun Ulu. Saat ini Kampung Long Ulu Sedang mengupayakan Pengajuan Hak Kelola Hutan Adat.

Berdasarkan RPJMDes Long Bagun Ulu

 

SEJARAH KAMPUNG MASYARAKAT ADAT KELIWAI

Masyarakat Adat Modang Pendiri Kampung Kerliwai

dscn6512
Suasana Kampung Keliwai di pagi hari

Kampung Keliwai adalah salah satu kampung yang berada di Kecamatan Long Iram, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Kampung ini berada di pinggir Sungai Mahakam dan berseberangan dengan Kampung Long Daliq di Hilir Sungai Mahakam. Secara horizontal Kampung Keliwai berada di tengah antara Kampung Ujoh Halang dan Kampung Long Daliq di sebelah hilir. Dari sebelah Utara Kampung Keliwai berbatasan dengan Kampung Tukul, sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Tukul, di sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Ujoh Halang dan Sungai Mahakam menjadi batas di sebelah Selatan.

Kampung Keliwai dapat ditempuh melalui jalur darat sekitar 10 – 13 jam dari Samarinda hingga sampai di ferry penyeberangan Kampung Leban. Dari Kampung Lebang ke Kampung Keliwai ada dua pilihan perjalann.  yang pertama apabila menggunakan motor/mobil bisa menggunakan Ferry penyeberangan ke Long Iram, kemudian sekali menyeberang lagi ke Kampung Bugis atau Long Iram Seberang. Dari Kampung Bugis diteruskan melaui jalan tanah liat (biasanya saat hujan sangat licin) sekitar 15 – 30 menit tergantung kondisi jalan. Yang kedua menggunakan Mobil, tapi sekarang sudah ada  jembatan penghubung sungai kecil yang memisahkan Kampung Leban dan Kampung Long Iram Seberang (kampung Bugis) yang merupakan akses cepat ke Kampung Keliwai.

dscn6498
Andreas Lung balam busana pria Bahau Saq

Etnis mayoritas Kampung Keliwai  di masa lalu adalah Dayak Modang yang juga merupakan pendiri Kampung Keliwai. Kemudian seiring perjalanan waktu terjadi akulturasi serta pembauran dengan Masyarakat Adat Dayak Bahau Saq dari Kampung Long Daliq di seberang Kampung Keliwai hingga merubah budaya, bahasa dan cara hidup warga Keliwai menjadi lebih bercita rasa Bahau Saq, bahkan bahasa modang tidak pernah digunakan lagi dalam kehidupan sehari – hari Warga Kampung Keliwai.

Sejarah Kampung Keliwai

Penduduk asli Kampung Keliwai adalah Komunitas Masyarakat Adat Dayak Modang yang berasal Long Kelai. Dahulu dua orang bersaudara Luhat Lik dan Lubau Lik menjadi pemimpin rombongan membawa sekitar empat ribu warganya untuk bermigrasi ke hilir Sungai Mahakam untuk mencari tempat baru.

Pada saat melewati Muara Sungai Boh, rombongan ini memutuskan singgah dan menetap di daerah ini.

Dua kepemimpinan ternyata menimbulkan rasa tidak puas bagi dua bersaudara Luhat Lik dan Libau Lik. kedua saudara ini terlibat perkelahian mengenai arah tujuan perjalanan.

dscn6472
Unaq, salah seorang Perempuan Adat Keliwai dalam Busana Tradisional Bahau Saq

Warga yang ada dalam rombongan tidak tinggal diam melihat pertikaian kedua pemimpin mereka, dan akhirnya turun tangan untuk melerai perkelahian ini.

Mereka akhirnya mencari jalan tengah untuk menghindari pertikaian kedua saudara yang merupakan pimpinan rombongan. Dari hasil musyawarah, maka dipecah dua jalur perjalanan. Lubau Lik dengan dua ribu warga kembali mudik ke hulu Sungai Mahakam dan mengakhiri perjalanan rombongannya dengan menetap di Long Tuyok.

Sedangkan Luhat Lik melanjutkan perjalanan dengan berlawanan arah menuju ke hilir Sungai Mahakam bersama sekitar dua ribu warga yang tersisa.

Dalam perjalanannya Luhat Lik sempat singgah di dua kampung yaitu Long Tesak dan Long Beleh. Sebagian rombongan luhat lik ada yang singgah dan menetap di dua daerah ini.

Perjalanan Luhat Lik terus berlanjut  ke hilir Sungai Mahakam hingga menemukan tempat yang cocok yang disebut Kampung keliwai sekarang. Sebelum menetap di Kampung Keliwai yang sekarang. Rombongan Luhat Lik sudah mengalami perpindahan dari beberapa kampung, sehingga kampung Keliwai memiliki wilayah adat yang sangat luas.

Diceritakan Oleh : Bang Ipuy (Tokoh Adat Keliwai)

Komunitas Adat Dayak Benuaq Ohokng Sangokng

2014-03-23-07-30-54
Lou’ Mancukng (Lamin Mancong) yang di masa lalu disebut Lamin Bawah

kaltim.aman.or.id. Komunitas Adat Dayak Benuaq Ohokng Sangokng merupakan komunitas Adat yang berada di Kecamatan Jempang, Kutai Barat, Kaltim. Komunitas ini terbagi menjadi dua Kampung yaitu Kampung Muara Tae dan Kampung Mancong (Mancukng)

Sungai Ohokng yang melintasi dan merupakan nadi kehidupan Masyarakat Adat di daerah ini akhirnya menjadi nama yang melekat pada Komunitas Dayak Benuaq ini. Sebutan Sangokng merupakan nama lamin yang juga digunakan komunitas ini, sehingga dikenal Komunitas Adat Dayak Benuaq Ohokng Sangokng.

img_2805
Tari Belian Sentiu Masyarakat Dayak Benuaq Ohokng Sangokng di Muara Tae saat menyambut Sekjen AMAN, Abdon Nababan (19/09/2013)

dimasa lalu, Komunitas Adat Ohokng Sangokng pernah mendapat hukuman dari Kerajaan dengan melakukan Suwaka atau bekerja pada kerjaan tanpa dibayar. ini terjadi karena komunitas ini mencoba melakukan Ritual Adat Arakng Dodo agar bisa menghilang ke alam gaib. tapi sebelum ritual berhasil dilakukan, mereka lebih dahulu ditangkap dan semua warga dalam satu kampung dipindah ke Daerah Sungai Tenggarong untuk membangun istana kayu untuk Raja Kutai.

Ritual Adat Arakng Dodo sendiri dilakukan Komunitas Adat Ohokng Sangokng karena merasa sudah tidak tahan terhadap tindakan pihak kerajaan yang dianggap semena – mena oleh Masyarakat Adat ini. Tapi Bagi Pihak Kerajaan tindakan ini merupakan pembangkangan.

dscn8819
Kampung Muara Tae terlihat sepi karena banyak warga yang pindah pinggir jalan poros Provinsi tak jauh dari tempat ini

selama kurang lebih empat puluh tahun komunitas ini menjalani masa suwaka. sebelum akhirnya bisa kembali ke tempat asalnya. komunitas melakulan beberapa kali perpindahan. Selain bermukim di sekitar Sungai Tenggarong Komunitas Ini pernah mendirikan kampung di wilayah Desa Sanggulan, Dusun Jambe, Desa Teratak, dan Desa Rantau Hampang hingga akhirnya benar – benar kembali di Wilayah Adat Mereka di Sungai Ohokng.

Saat kembali ke Kampung Mereka Komunitas Adat Ohokng Sangokng terkejut karena Lamin (Lou’) mereka beserta isinya telah dikuasai komunitas lain. Komunitas Adat Benuaq Kelawit yang berasal dari Sungai Kelawit menguasai lamin Komunitas Adat Dayak Benuaq Ohokng Sangokng saat komunitas ini menjalani Suwaka di Kerajaan Kutai.

dengan beberapa perundingan akhirnya Komunitas Adat Benuaq Kelawit Bersedia Meninggalkan Lamin dan wilayah Adat Ohokng Sangokng dan kembali ke Wilayah Adat Mereka di Sungai Kelawit. sekarang ini Komunitas Adat Dayak Benuaq Kelawit mendiami tiga kampung di Kecamatan Siluq Ngurai, Kabupaten Kutai Barat , Kaltim yaitu Kampung Kenyanyan, Muara Ponaq dan Rikong.

Setelah kembali mendiami wilayah adatnya, Komunitas Adat Muara tae tidak lantas menetap di satu kampung, mereka terus berpindah di dalam Wilayah Adatnya sesuai alur perladangan hingga menetap di wilayah yang disebut Kampung Mancong (Mancukng) sekarang ini.

Di Kampung Mancong (Mancukng), Komunitas Adat Ohokng Sangokng mendirikan dua Lamin yang dikenal dengan sebutan Lamin Atas dan Lamin Bawah. Orang Lamin Bawah Akhirnya dikenal Dengan Komunitas Adat Mancong dan Lamin Atas pada akhirnya meninggalkan lamin mereka dan mendirikan Lamin Disekitar Sungai Nayan Dan Muara Sungai Tae  kembali ke tempat lamin pertama mereka Lamin Sangokng, kemudian Komunitas Adat ini dikenal dengan nama Masyarakat Adat Muara Tae.