Perda Adat Nunukan Solusi Konflik Tenurial Masyarakat Adat

FGD (Focus Group Discusion) yang diadakan PLH dalam upaya mendorong lahirnya Perda Adat Kabuapaten Nunukan

Kaltim.aman.or.id Produk hukum yang akan mengakui eksistesi masyarakat adat akhir lahir di Nunukan. Perda Adat Nunukan yang telah sampai pada pada tahap paripurna (10/12/2018) diharapkan menjadi payung hukum bagi masyarakat adat di wilayah ini.

Kabupaten Nunukann, Kalimanan Utara merupakan salah satu wilayah yang masih rapat hutanya dan tempat komunitas – komunitas adat yang memang sudah turun temurun berada di wilayah ini .Banyak dan tingginya konflik tenurial yang melibatkan masyarakat adat di Kabupaten Nunukan dengan berbagia perusahan – perusahaan yang beroperasi di wilayan ini, mendorong gagasan awal untuk menbuat perda yang yang mengakui dan melindungi hak – hak masyarakat adat di wilayah ini, dimana selama ini poisisi masyarakat adat sering kali berada diposisi yang lemah dikerenakan belum diakui oleh pemerintah. Walaupun sebenarnya pengakuan sebernnya sudah ada tapi posisinya masih “di udara”. perundang – undangan tentang masyarakat adat belum benar – benar secara spesifik mengakui posisi masyarakat adat.

Dari berbagai konflik tenurial inilah muncul dorongan untuk membuat perda pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Nunukan. Dari Perda ini diharapkan bahwa masyarakat adat yang berada didalam kawasan hutan juga bisa mendapatkan pengakuan serta mendapatkan hak – haknya sebagai masyarakat adat.

Nico Ruru, Perkumpulan Lintas Hijau (PLH) yang aktif dalam mendorong Perda Adat Nunukan memaparkan  “Dalam mendorong perda ini, kami sudah melakukan invetarisir dam juga bertemu dengan masyarakat adat serta memfasilitasi mereka untuk membuat usulan kepada pemerintah daerah. ini kemudian menjadi policy paper ke pemerintah daerah untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan.”Kata Nico Ruru.

“Saat ini posisi perda sudah sampai ke DPRD dan bupati hingga menjadi hingga menjadi perda inisiatif DPRD melalui prolegda. Sekarang Perda Adat Nunukan ini sudah mulai dibahas dan perda induk terkait pengaturan akan segera disahkan menyusul tiga perda yang bicara khusus Dayak Agabag, Dayak Tidung dan Lundayeh.” Tambah Nico.

Dalam perda induk sendiri akan memasukkan dan secara eksplisit akan menyebutkan masyarakat adat yang akan diakui yang artinya subyeknya sendiri sudah ada.

Selain itu juga didorong tentang mekanisme penyelesaian konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan dan persoalan konflik lainnya. karena tidak bisa juga ketika perda adat telah disahkan masyarakat adat bisa bergerak dengan semaunya mengusil hak dan ijin yang ada di suatu wilayah.

“semua masukkan yang kita dorong sudah diakomodir oleh DPRD dengan memasukkan dalam agenda pengesahan.” kata Nico mengakhiri wawancara.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *