AMAN KALTIM
Samarinda, 22/02/2024 AMAN Kaltim Melakukan Konferensi Pers Memberikan Dukungan Kepada Pengurus Besar AMAN dan Perhimpunan Pengacara Masyarakat Adat Nusantara(PPMAN terhadap Gugatan Kepada DPR-RI dan Presiden telah melakukan pengabaian serta pembiaran terhadap Rancangan Undang-Undang yang telah di ajukan Masyarakat Adat sejak tahun 2009 dan hingga kini belum juga di sahkannya menjadi Undang-Undang
AMAN kaltim mengundang sejumlah media serta menghadirkan Rekan Koalisi Masyarakat Sipil melakukan konferensi pers di Rumah AMAN Kaltim, dalam acara tersebut dihadiri beberapa media lokal dan Ketua Pengurus Wilayah AMAN Kaltim, Direktur Lembaga Bantuan Hukum(LBH) Samarinda, Denimasator Jatam Kaltim dan Perwakilan Kelompok Kerja(Pokja30) yang turut membersamai Konfers tersebut.
Ketua PH. Wilayah AMAN Kaltim menyampaikan kepada seluruh media dan peserta yang hadir bahwa kegiatan yang dilaksanakan tersebut adalah bentuk solidaritas serta dukungan penuh terhadapat upaya PB. AMAN dan PPMAN yang di jakarta yang sudah melayangkan gugatan terhadap Presiden dan DPR-RI. Telah mengabaikan usulan masyarakat adat yang selama ini melalui RUU yang sudah terjadi beberapa kali masuk dalam prolegnas DPR RI namun tak kunjung disahkan justru DPR RI melakukan praktek-praktek menurutnya jahat telah mengesahakan beberapa UU yang bertentangan dengan perjuangan Masyarakat Adat.
Fathul Huda Direktur YLBHI-LBH Samarinda juga menyampaikan bahwa betapa pentingnya landasan hukum terkait dengan Masyarakat Adat sebab saat ini belum ada pengaturan secara spesifik pengaturan tentangan pengakuan dan perlindungan serta pemenuhan hak Masyarakat Adat, LBH Samarinda kerap kali mendampingi masyarakat adat yang sedang memperjuangkan haknya justru di lakukan kriminalisasi oleh aparat ini semua dikarenakan absennya peraturan spesifik seperti UU mengatur hak Masyarakat Adat, di Kalimantan Timur terdapat banyak proyek strategis nasional misalnya IKN, lagi-lagi Masyarakat Adat menjadi korbannya, oleh sebab itu RUU Masyarakat Adat perlu segera di sahkan serta melibatkan partisfasi masyarakat adat serta mengesahkan sesuai aspirasi masyarakat adat, karena UU tersebut menyangkut hidup masyarakat adat itu sendiri Ujar Fathul
Duan Ketua Pengurus Harian AMAN Kaltim menyampaikan dalam Rilis yang dibagikan Gugatan ini dilatarbelakangi kegagalan Presiden dan DPR selama 18 tahun yang tidak kunjung mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tentang Masyarakat Adat (RUU MA) sejak pertama kalinya masuk dalam Proglenas pada tahun 2005 dan telah beberapa kali masuk dalam Proglegnas, termasuk ke dalam Prolegnas Priotas. Secara ideal Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
Artinya, konstitusi secara eksplisit memerintahkan DPR dan Presiden sebagai pihak yang berwenang membentuk undang-undang untuk membentuk UU Tentang Masyarakat Adat. Hal inipun terkonfirmasi melalui putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 bahwa Masyarakat Adat memiliki hak yang harus dilindungi oleh negara dalam hal ini perlu regulasi khusus sebagai payung hukum perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat.
Ketiadaan payung hukum terhadap perlindungan hak-hak masyarakat adat berimplikasi pada penggusuran, perampasan dan kehilangan ruang hidup serta identitas sebagai masyarakat adat. Berdasarkan cacatan akhir tahun AMAN ahun 2022 menemukan fakta bahwa setidaknya terdapat 301 kasus Masyarakat Adat yang telah dirampas wilayah adatnya seluas 8,5 juta hektar tanpa persetujuan Masyarakat Adat yang mengakibatkan 672 Masyarakat Adat di kriminalisasi. Perampasan wilayah adat dan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat tersebut terjadi di berbagai sektor diantaranya 1.919.708 hektar wilayah adat dirampas untuk konsesi pertambangan, 1.208.752 hektar untuk konsesi perkebunan sawit, 834.822 hektar untuk konsesi tanaman industri (HTI), dan 1.612.065 hektar untuk konsesi hak pengusahaan hutan (HPH). dalam fakta lainnya masuknya Proyek Strategis Nasional (PSN) juga turut melegalisasi perampasan dan eksploitasi wilayah adat yang mengakibatkan masyarakat adat kehilangan akses terhadap situs-situ sejarah, tempat spiritual dan ritual adatnya.
Di Provinsi Kalimantan Timur juga terjadi hal yang sama dimana terdapat masyarakat adat yang di kriminalisasi atas dasar pembangunan, seperti yang terjadi di komunitas Masyarakat Adat Sempeket Benuaq Dingin Tementekng, Kampung Dingin, Kabupaten Kutai Barat sebanyak 12 Orang ditangkap dalam memperjuangkan tanah, sungai serta ruang hidupnya dari ekpansi industri ekstraktif pertambangan batubara PT. Energi Batu Hitam (EBH). Selain itu ancaman terhadap ruang hidup Komunitas Masyarakat Adat Suku Balik di wilayah Pembangunan IKN juga turut menyeret mereka ke dalam ancaman genosida kultural serta identitas mereka sebagai Masayarakat Adat Suku Balik. Kemudian di Desa Lambakan, Kabupaten Paser juga terdapat 2 Orang di penjara karena mempertahankan ruang hidupnya dari Perusahaan sawit. serta warga Desa Telemow yang di kriminalisasi dan di intimidasi dalam mempertahankan lahan dan wilayah adatnya dari Perusahaan PT ICHI Kartika Utama.
Fakta-fakta tersebut menunjukan bahwa ketiadaan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat berdampak pada penggusuran, perampasan wilayah adat, kriminalisasi dan ancaman kehilangan identitas sebagai masyarakat adat.
Dalam pernyataan penutup AMAN Kaltim mengajak peserta yang hadir membacakan bersama pernyataan sikap :
AMAN Kalimantan Timur dan Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan sikap:
- Mendesak PTUN Jakarta untuk mengabulkan gugatan Aliansi Masyarakat AdatNusantara (AMAN) terkait permohonan pengesahan RUU Masyarakat Adat Kepada Presiden dan DPR RI.
- Mendesak Pemerintah untuk segerah mengesahkan RUU Masyarakat adatserta mengambil langkah kontrit untuk memulihkan hak-hak masyarakat adat yang selama ini di diskriminalisasi.
- Mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur untuk melakukan percepatan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat.
- Menghentikan segala bentuk pembangunan ataupun investasi yang mengancam ruang hidup masyarakat adat.
Jika Negara tidak mengakui kami, maka kami tidak mengakui negara. Kami tidak anti terhadap pemerintah akan tetapi kami anti terhadap bentuk kebijakan yang menyingkirkan hak-hak masyarakat adat
Salam Masyarakat Adat
Di Tulis Tim Infokom AMAN Kaltim